Jayapura,- Upaya Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan untuk membangun masyarakat hukum adat(MHA)yang berkemampuan dalam mengelola sumber daya alam hayati terus dilakukan melalui serangkaian kegiatan di Teminabuan, Konda, Saifi, dan Seremuk sepanjang pekan lalu, 22-25 April 2024, suku Kna, Saifi, Imian, Ogit, Srer dan Salmit Klausa (Tehit-KNASAIMOS) di Distrik Saifi dan Seremuk.
Dalam siaran pers yang diterima oleh redaksi SuaraTifa.Com disamampaikan Panitia masyarakat hukum adat Sorong Selatan didukung tiga mitra pembangunan yakni Konservasi Indonesia (KI), Greenpeace Indonesia dan Bentara Papua merekomendasikan kepada Pemkab Sorong Selatan untuk mengesahkan Surat Keputusan Bupati Sorong Selatan tentang pengakuan MHA untuk masing-masing Sub-suku Gemna, Afsya, Nakna dan Yaben di Distrik Konda, serta Sub- suku Kna, Saifi, Imian, Ogit, Srer dan Salmit Klausa (Tehit-KNASAIMOS) di Distrik Saifi dan Seremuk, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya.
Panitia MHA, yang merupakan gabungan dari instansl, akademisi,dan organisasl lingkungan menggelar bimbingan teknis, proses verifkasi lapangan, validasi data komunitas dan wilayah adat pada pekan lalu dalam sebuah kegiatan bertajuk “Penguatan Kapasitas MHA Kabupaten Sorong Selatan”. Proses verifikasi dan validasi yang dilakukan mencakup pembahasan tentang 37.833,815 hektar wilayah MHA yang berada di Distrik Konda, serta sekitar 97.441,55 hektar wilayah MHA Tehit-KNASAIMOS di Distrik Saifi dan Seremuk.
Perwakilan dari Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), Hasbullah Hall, yang mengikuti kegiatanyang diadakan Panitia MHA, mengingatkan panitia mengenai tantangan yang kerap ditemul dalam proses pemetaan hingga verifikasl. “Tantangan dalam proses pemetaan wilayah adat yang lazim ditemukan yaitu bahwa wilayah adat cenderung berubah, pengaruh pembangunan dari luar, hingga desakan ekonoml yang dapat membuat klaim-klaim batas itu semakin banyak. Tantangan lain sebenarnya terkait kebutuhan biaya yang sangat besar dalam proses pemetaan dan verifikasi. Sementara dalam proses verifikasi, tantangannya itu kalau wilayahnya luas. Tantangan yang tidak kalah penting juga adalah dukungan dari pemerintah daerah dan juga masyarakat adat di tingkat tapak itu sendirl,” pungkas Hasbuliah.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Nico Wamafma mengatakan bahwa pengakuan hak masyarakat adat dan wilayah adat oleh Bupati Sorong Selatan akan menjadi jalan terbaik untuk mengelola wilayah kehidupan masyarakat adat Tehit-KNASAIMOS, agar tidak bergantung hanya kepada investasi berbasis lahan dan SDA seperti perkebunan sawit, HPH dan HTI.
Pendekatan ini, kata Nico, juga memberikan ruang secara hukum bagi masyarakat adat untuk menentukan model perencanaan pengembangan ekonomi alternatif berbasis potensi masyarakat agar dapat terlibat langsung dalam upaya menjaga secara berkelanjutan tanah, hutan, air, keanekaragaman hayati, serta sumber daya alam yang dimiliki oleh masyarakat adat Tehit-KNASAIMOS. “Greenpeace percaya bahwa masyarakat adat mampu mengelola, memanfaatkan dan menjaga sumber daya alam mereka secara seimbang dan berkelanjutan,” kata Nico .
Asisten I Bidang Pemerintahan dan Hukum Sekretariat Daerah (Sekda) Sorong Selatan, Yosep Bles menyatakan pemerintah akan menindaklanjuti proses tersebut sepanjang telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan. “Hakikatnya, kami panita ataupun pemerintah, siap dengan proses lebih lanjut dengan penetapan (Surat Keputusan Bupati terkait MHA) sepanjang data yang dibutuhkan sudah memenuhi kriteria, karena banyak aturan yang harus kami perhatikan dan selesaikan terlebih dulu, tentunya, tanah adat tetap menjadi prioritas untuk kami sebagai pemerintah,” papar Yosep. Yosep menambahkan, Pemkab saat ini tengah memberikan tenggat waktu selama 30 hari untuk panitia dalam melengkapi berkas yang dibutuhkan dan dirasa kurang, sebelum nantinya pengesahan diumumkan.(admin)