Proyek PSN Merauke Melibatkan Aparat Militer Mengancam dan Menghilangkan HakHidup Orang Asli Papua
Jayapura,- Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, meresmikan pembentukan kesatuan tentara baruyakni batalyon infanteri (Yonif) atau Yonif Penyangga Daerah Rawan di lima daerah Papua untukmendukung program ketahanan pangan pemerintah. Lima batalyon dimaksud adalah Yonif 801/KesatiraYuddha Kentsuwri di Kabupaten Keerom, Papua ; Yonif 802/Wimane Mambe Jaya di Kabupaten Sarmi, Papua ; Yonif 803/Nduka Adyatma Yuddha di Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan ; Yonif 804/ Dharma Bhakti Asasta Yudha di Kabupaten Merauke, Papua Selatan ; Yonif 805/ Kesatria SatyaWaninggap di Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya.
Kebijakan pembentukan Batalyon Infanteri ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat adat Malind,Maklew, Mayo Bodol, Khimaima, dan Yei, di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan, yang sedang terancam dan terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN) Pengembangan Pangan dan Energi diKabupaten Merauke, melalui proyek cetak sawah baru, perkebunan tebu dan pabrik bioetnaol, yang akan menggunakan dan sedang menggusur tanah adat, dusun dan hutan adat seluas lebih dari 2 (dua) juta hektar dalam siaran pers yang diterima redaksi pada Kamis (03/10/2024) lalu.
Praktik PSN Merauke dilakukan melibatkan Kementerian Pertahanan, Kementerian Pertanian danKementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal Nasional, pemerintah daerah sertaperusahaan swasta, Jhonlin Group, First Resources Group, KPN Corp. Group.
“Masyarakat adat Maklew di Distrik Ilwayab, Tubang dan Okaba, secara terbuka dihadapan pejabatGubernur Papua Selatan telah menyatakan menolak proyek cetak sawah baru dan tanaman lain, yangmenggusur tanah, dusun dan hutan adat, sumber kehidupan masyarakat adat tanpa ada musyawarah dan persetujuan secara bebas dari masyarakat adat dan pemilik tanah. Namun perusahaan dan dikawal aparat militer bersenjata secara sewenang-wenang menggusur dan merampas tanah adat”, jelas Simon Balagaize, Koordinator Forum Masyarakat Adat Malind Anim Kondo – Digoel (FMAMAKD).
“Proyek ini bukan proyek kemanusiaan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat banyak, melainkan bagian dari proyek pembesaran dan perluasan bisnis meraup keuntungan modal bagi kepentingan penguasa dan pengusaha pemilik modal, yang dilakukan dengan cara-cara tidak manusiawi dan merusaklingkungan hidup”, ungkap Simon Balagaize.
Di lapangan Proyek PSN Merauke, aparat militer bersenjata terlibat memfasilitasi, memperlancar dan mengamankan aktivitas perusahaan, sehingga membuat kekhawatiran dan menciptakan rasa tidak aman bagi masyarakat adat.
“Keterlibatan militer dalam proyek food estate PSN Merauke berpotensi mengancam dan menghilangkan hak hidup Orang Asli Papua, akan memperluas terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia, kekerasan dankesewenang-wenangan, yang melanggar konstitusi dan peraturan perundang-undangan, serta kebijakan internasional berhubungan dengan prinsip dan tujuan pembangunan berkelanjutan”, jelas J. TeddyWakum, Juru Bicara #Solidaritas Merauke.
Pelibatan militer dalam proyek PSN Merauke tidak tepat dan tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, bertentangan dengan tujuan dan prinsip tentara professional, yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, dan hak asasi manusia. Karenanya, #Solidaritas Merauke dan Forum Masyarakat Adat Malind Kondo – Digoel meminta Panglima TNImembatalkan pembentukan batalyon baru di Tanah Papua, mengevaluasi dan menghentikan pendekatan keamanan dan keterlibatan militer dalam proyek komersial atas nama PSN Merauke.
#Solidaritas Merauke dan Forum Masyarakat Adat Malind Kondo Digoel meminta Presiden RI Joko Widododan calon presiden terpilih Prabowo Subianto menghentikan proyek PSN Merauke.